Teras Hijau Foundation dan KPKAD Lampung Serap Aspirasi Keberatan Masyarakat Atas Sistem Zonasi
KATALAMPUNG.COM - Komite
Pemantau Kebijakan dan Anggaran Daerah (KPKAD) Lampung bersama Teras Hijau
Foundation di bawah pimpinan Iman Untung
Selamat menyerap aspirasi masyarakat
atas Keberatan dengan adanya Sistem Pendaftaran Peserta Didik Baru (PPDB)
dengan Zonasi. Mereka menilai dengan sistem zonasi sebagai alat ukur dan alat takar ini telah menciptakan kegaduhan PPDB secara
nasional. Dengan demikian, Permendikbud Nomor 51 Tahun 2018 tersebut layak untuk dibatalkan.
Koordinator Presidium
Pemantau Kebijakan dan Anggaran Daerah (KPKAD) Lampung Gindha Ansori Wayka
mengatakan, di dalam Pasal 16 Ayat (1) huruf Permendikbud Nomor 51 Tahun 2018
tentang PPDB dijelaskan bahwa salah satu sistem yang digunakan dalam PPDB
adalah melalui PPDB yang dilaksanakan
melalui jalur diantaranya dengan sistem zonasi.
“Sistem yang digelontorkan
oleh Kemendikbud tentunya telah melalui kajian, akan tetapi di dalam
pelaksanaannya banyak dikeluhkan oleh orang tua siswa atau wali murid,” ujar
Gindha melalui pesan tertulis, Kamis, 20 Juni 2019.
Menurutnya, Sistem ini
memprioritaskan jarak domisli dengan sekolah calon peserta didik, sehingga ada
banyak anggapan masyarakat jika ingin menyekolahkan anak ke Sekolah Favorite
dan kesukaannya, yang bersangkutan harus pindah terlebih dahulu domisilinya
setahun sebelum mendaftarkan diri ke sekolah yang dituju. Hal ini sebagaimana ketentuan yang ada di
dalam Pasal 18 Ayat (3) Permendikbud Nomor 51 Tahun 2018 tentang PPDB.
“Upaya zonasi ini dengan
sendirinya telah menciptakan dugaan rekayasa baru dalam hal sistem kependudukan
dan akan membuat sistem kependudukan yang telah ada menjadi acak-acakan hanya
karena strategi untuk mendekati calon sekolah yang kelak akan dituju
(mobilisasi) anak usia sekolah,” katanya.
Lebih lanjut Gindha
menambahkan, berdasarkan sistem zonasi ini, daya tampungnya dalam PPDB mencapai
90 % dan jumlah ini luar biasa tingginya dan kendala pemenuhan kuotanya akan
sangat banyak serta mengalami kesimpangsiuran termasuk memalsukan data domisili
untuk mengejar sekolah yang jadi tujuan.
“Sejak diterbitkan terkait
PPDB oleh Kemendikbud, proses
pendaftaran ini menjadi sangat carut marut dan membuat publik gerah serta
bergerak ke jalanan untuk menolak sistem ini atau hanya untuk membentang
spanduk tuntutan agar Mendikbudnya mundur atau dipecat,” imbuhnya.
Dengan kondisi ini, tulis Gindha, artinya regulasi yang dibuat
oleh Kemendikbud adalah tidak memberikan keadilan dan kepastian hukum bagi
masyarakat. “Karena sebetulnya aturan itu dibuat untuk diterapkan guna mencapai
ketertiban dan ketentraman masyarakat serta kemanfaatan. Akan tetapi ini tidak terjadi dalam ‘ruh’
pengundangan Permendikbud Nomor 51 Tahun 2018 oleh Menteri Pendidikan,”
urainya.(***)