Hadapi Fintech Ilegal, Konsumen Patut Mawas Diri
KATALAMPUNG.COM - Isu
tentang menjamurnya perusahaan financial
technology (fintech) ilegal di Indonesia belum kunjung mereda sejak mencuat
beberapa bulan lalu. Pada awal September 2019, tim Satgas Waspada Investasi
kembali menyampaikan temuannya mengenai daftar 123 fintech lending ilegal yang tidak terdaftar resmi di Otoritas Jasa
Keuangan (OJK). Munculnya laporan tersebut lantas menambah kekhawatiran dan
keresahan di tengah tingginya antusiasme dan permintaan masyarakat terhadap
layanan fintech.
Kehadiran fintech
memberikan kemudahan bagi penggunanya dalam mengakses produk-produk keuangan.
Data OJK pada Juli 2019 menyatakan terdapat lebih dari 11 juta pengguna fintech
lending di Indonesia, dengan jumlah akumulasi penyaluran pinjaman yang
dikucurkan oleh fintech mencapai 49,79 triliun rupiah atau meningkat 119,69%
dibanding dengan bulan yang sama di tahun sebelumnya.
Angka yang terus meningkat
baik dari sisi pengguna maupun pelaku industri fintech sejalan dengan target
pemerintah dalam mewujudkan inklusi keuangan bagi masyarakat Indonesia dan
mendorong roda perekonomian nasional. Namun di sisi lain, menjamurnya fintech
ilegal yang mempengaruhi tingkat kepercayaan masyarakat terhadap fintech legal
dapat menghambat upaya-upaya tersebut.
“Pelaku fintech ilegal
menjalankan kegiatan bisnisnya tanpa izin sehingga banyak dari produk dan
layanannya yang tidak sesuai dengan regulasi yang berlaku terutama terkait
dengan keamanan data dan perlindungan konsumen,” jelas Akshay Garg, Co-Founder
dan juga CEO dari Kredivo, salah satu platform kredit digital yang pertama kali
terdaftar resmi di OJK sejak 2018 lalu.
Lebih lanjut, rendahnya
literasi keuangan masyarakat Indonesia juga masih menjadi tantangan besar dalam
memaksimalkan manfaat dari kehadiran fintech di Indonesia, sehingga sepak
terjang fintech ilegal semakin melenggang.
“Di era teknologi saat
ini, masyarakat dapat begitu mudahnya mengakses berbagai informasi, terutama
melalui sosial media. Hal ini yang lantas harus disikapi secara cermat karena
pada awalnya banyak dari fintech ilegal yang memanfaatkan kekurangpahaman
sebagian masyarakat melalui penyebaran informasi melalui berbagai kanal atau
website. Meningkatkan literasi keuangan menjadi salah satu upaya preventif yang dapat dilakukan oleh
berbagai pihak agar masyarakat semakin bijak dalam memanfaatkan produk dan
layanan jasa keuangan secara digital,” tambah Akshay.
Pemerintah dan otoritas
terkait saat ini telah melakukan berbagai upaya baik preventif maupun represif
untuk menekan keberadaan fintech ilegal. Selain melalui pembentukan Satgas
Waspada Investasi sebagai upaya represif, OJK dan Bank Indonesia juga
bersinergi dengan asosiasi yang menaungi perusahaan fintech legal untuk secara
aktif melakukan edukasi serta sosialisasi kepada masyarakat tentang industri
fintech saat ini.
“Kredivo selaku pelaku
industri resmi berupaya untuk memaksimalkan peran kami dalam turut meningkatkan
inklusi keuangan di Indonesia melalui inovasi produk dan layanan. Kami juga
memahami pentingnya sinergi bersama asosiasi dan regulator dalam meningkatkan
literasi keuangan dengan bersinergi, agar masyarakat terhindar dari maraknya
praktik fintech ilegal. Hal ini juga menjadi penting guna membangun ekosistem
digital society di Indonesia yang lebih kondusif dan berkelanjutan,” ungkap
Akshay.