Iuran BPJS Kesehatan Naik, Apa Dampaknya?
OPINI - Baru-baru ini,
pemerintah menaikkan iuran BPJS melalui Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 75
Tahun 2019. Dalam Perpres tersebut kenaikan iuran dikenakan kepada semua
peserta, dengan kenaikan mencapai 100%.
Kenaikan iuran BPJS ini
tentu akan menambah pengeluaran yang harus dibayar oleh masyarakat. Hal ini
akan menguras kantong masyarakat untuk menutup kebutuhan primer seperti
pelayanan kesehatan.
Dengan begitu, pola
konsumsi masyarakat Indonesia akan berubah. Memang kebijakan ini dikeluarkan
untuk mengurangi defisit anggaran yang dialami negara. Namun, dirasa kurang
tepat karena kondisi ekonomi global yang tidak pasti menyebabkan ketidakpastian
dunia usaha.
Kenaikan iuran ini akan
berakibat pada menurunnya daya beli masyarakat dan menambah kegelisahan dunia
usaha.
Masyarakat akan
menggunakan pendapatannya untuk menutupi kebutuhan primer seperti biaya
pendidikan, kesehatan, pangan, dll. Hal ini berarti akan mengurangi pembelian
barang-barang sekunder maupun tersier.
Iklim investasi di dalam
negeri akan terhambat dengan kebijakan ini, dan justru berakibat pada keadaan
ekonomi dalam negeri yang tidak kondusif. Oleh karena itu, diperlukan gebrakan baru
untuk menarik investasi asing untuk menanamkan modalnya di sektor riil, bukan
hanya investasi portofolio yang cenderung tidak berefek banyak terhadap
kondusifitas ekonomi dalam negeri.
Lapangan kerja, pendapatan
(upah), dan hidup yang layak, itu target minimal yang harus dikejar oleh
pemerintah dalam waktu dekat.
Solusinya, perlebar
subsidi untuk kebutuhan primer seperti iuran BPJS ini, agar masyarakat lebih
"longgar" dalam berbelanja dan mendorong konsumsi rumah tangga naik.
Karena konsumsi rumah tangga yang tinggi mencirikan pasar yang baik, hal ini
dapat mengundang investasi sektor riil hadir dan menjaga investasi portofolio
agar tidak terlalu mudah keluar.
Iuran
BPJS Kesehatan Naik, Apa Dampaknya?
Oleh:
Dimas Dwi Pratikno
Badan
Pengawas dan Konsultasi Ikatan Senat Mahasiswa Ekonomi Indonesia (ISMEI)