Pemprov Lampung Tata Ulang Tupoksi Tenaga Kontrak
KATALAMPUNG.COM - Pemprov
Lampung melakukan penataan ulang mengenai tupoksi (tugas pokok dan fungsi)
tenaga kontrak dengan mengevaluasi keberadaannya sesuai Peraturan Pemerintah
Nomor 56 Tahun 2012 dan Surat Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia tentang
pengangkatan tenaga kontrak di lingkungan Pemerintah Provinsi Lampung sepanjang
2015-2019. Evaluasi ini sekaligus upaya agar kebijakan yang diambil tidak
bertentangan dengan peraturan.
Hal tersebut disampaikan
Kepala Biro Organisasi Provinsi Lampung Aris Padilla, terkait penataan ulang
tenaga honorer di lingkungan pemerintah Provinsi Lampung, di Ruang Kerja Kepala
Biro Organisasi Provinsi Lampung, Selasa (22/10/2019).
Peraturan Pemerintah Nomor
56 Tahun 2012 sendiri mengatur tentang Perubahan Kedua Peraturan Pemerintah
Nomor 48 Tahun 2005 tentang Pengangkatan Tenaga Honorer Menjadi Calon Pegawai
Negeri Sipil. Sedangkan Surat Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia Nomor:
814.1/169/SJ tanggal 10 Januari 2013 perihal Penegasan Larangan Pengangkatan
Tenaga Honorer.
"Evaluasi ini juga
dilakukan di setiap OPD di lingkungan Pemerintah Provinsi Lampung dengan
melihat efektivitas dan kinerjanya, serta anggaran yang tersedia di masing-masing
OPD,” jelas Aris Padilla.
Dalam tahun 2015-2019,
Kabid Pengembangan Kepegawaian BKD Provinsi Lampung Koharrudin menjelaskan
jumlah tenaga honorer mengalami pertumbuhan sekitar 48,86 persen atau sekitar
1.300 orang. Hal ini tidak sesuai dengan beban kerja, sehingga banyak yang
menganggur. Oleh karenanya, penataan Tenaga Honorer ini harus dievaluasi dan
ditata ulang.
“Tenaga honorer yang tidak
efektif dalam melaksanakan tugas, dan tidak dipersiapkan anggaran, maka akan
dirumahkan terlebih dahulu. Hal ini juga untuk melakukan penghematan anggaran,
mengingat Pemprov Lampung memiliki beban anggaran Rp. 1,7 triliun,” jelasnya.
“Menyikapi jumlah tenaga
kontrak tersebut, maka perlu dilakukan upaya yang tepat seperti melakukan
verifikasi dan evaluasi untuk mewujudkan tenaga kontrak yang memiliki kecakapan
dan komposisi yang idela (sesuai kebutuhan) dengan tujuan untuk menekan jumlah
tenaga kontrak dan untuk mengurangi beban anggaran,” tambahnya.
Dalam melakukan
pengangkatan tenaga honorer, Koharrudin juga menjelaskan pengangkatan harus
disesuaikan dengan perencanaan dan kebutuhan di OPD masing-masing, serta harus
berpedoman dengan DPA yang ada. “Pengangkatan tenaga honorer ini harus mengacu
pada perencanaan, kebutuhan, dan DPA yang tersedia. sehingga tidak terjadi
tenaga honorer yang tidak digaji,” jelasnya.
Lanjut, Koharrudin
menjelaskan teknis penataan yang dilakukan Pemprov. Salah satunya dilakukan
sesuai SK pengangkatan tenaga honorer pada klausul kelima yaitu apabila
masing-masing tenaga kontrak masih dibutuhkan, maka pengangkatan tenaga kontrak
akan diperpanjang setiap tahun.
"Dibutuhkan ini
berarti apabila masih ada tugas dan anggaran, maka dapat diperpanjang tetapi
dengan dilakukan evaluasi. Jika tidak akan diputus kontraknya,” jelasnya.
Koharrudin juga
menjelaskan bahwa Pemprov juga telah melakukan rapat pembahasan dengan Tim
Penilai Kinerja Provinsi Lampung yang dilaksanakan pada tanggal 19 Agustus 2019
bertempat di Ruang Rapat Sekretaris Daerah Provinsi Lampung. Salah satu
hasilnya adalah merumahkan/memberhentikan tenaga kontrak karena tidak sesuai
dengan kebutuhan dan keterbatasan anggaran, termasuk di Dinas Kelautan dan
Perikanan Provinsi Lampung.
Dalam kesempatan itu, Plt.
Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Lampung, Makmur Hidayat,
menjelaskan Dinas Kelautan dan Perikanan (DPK) Provinsi Lampung melakukan
evaluasi dan penataan ulang tenaga honorer sesuai tupoksi (tugas pokok dan
fungsi) dan kemampuan anggaran dengan merasionalisasi 35 tenaga honorer.
“Rasionalisasi ini juga
mempertimbangkan bidang keahlian honorer tersebut karena di luar kualifikasi
dari Dinas Kelautan dan Perikanan, seperti bidan, perawat, dan lainnya. Dan itu
di luar kebutuhan Dinas Kelautan dan Perikanan,” jelasnya.
Menurut Makmur, 35 tenaga
honorer yang dirasionalisasi tersebut masuk di bulan April 2019 ketika anggaran
sudah berjalan. “Tenaga Honorer tersebut masuk di bulan April 2019, namun tidak
dianggarkan pada tahun sebelumnya. Rencananya akan dianggarkan pada APBD
Perubahan 2019, tetapi Pemerintah Provinsi Lampung sedang mengalami beban
anggaran Rp1,7 triliun,” jelas Makmur.
Sehingga tenaga PTHL
tersebut tidak bisa dibayar. Apalagi di tahun anggaran 2019 terjadi defisit dan
keharusan pemprov membayar Dana Bagi Hasil Pajak kepada Kabupaten/Kota.
“Jangankan untuk
mengangkat honorer, tunjangan kinerja pegawai saja sudah dikurangi. Hal ini
dilakukan untuk menyehatkan anggaran dalam waktu cepat,” tambahnya.
Makmur juga menjelaskan
pihaknya telah memberikan warning terkait rasionalisasi ini. "Pemberian
warning akan dirumahkan sudah ada sejak Agustus, dan keputusan lisan terakhir
untuk dirumahkan diberikan pada Oktober ini,” jelasnya. (Humas Pemprov)