ISMEI Bahas Masa Depan Indonesia dan Middle Income Trap
KATALAMPUNG.COM - Ikatan
Senat Mahasiswa Ekonomi Indonesia (ISMEI) sukses melaksanakan kegiatan
Indonesia Berdialog 2019 dengan mengangkat tema "Menatap Indonesia Maju:
Tantangan Masa Depan Global dan Middle Income Trap".
Acara yang digelar di Fakultas
Ekonomi dan Bisnis Unila pada 2-5 Desember 2019, menghadirkan pembicara
nasional, diantaranya Eka Chandra Buana dari BAPPENAS, Deputi Bidang
Pengembangan SDM KEMENKOP UKM, Bank Indonesia, Komite Nasional Keuangan
Syariah, KODIM dan POLDA Lampung serta Bupati Kabupaten Pesisir Barat dan
Kepala Dinas Pariwisata se-Provinsi Lampung.
“Kegiatan ini merupakan
kegiatan rutin ISMEI yang dilakukan selama 2 tahun sekali atau satu periode
kepengurusan sebanyak satu kali. Dalam kesempatan kali ini ISMEI mengangkat
tema tersebut dikarenakan Indonesia saat ini merupakan negara yang termasuk
dalam pendapatan menengah atau lower
middle income versi Bank Dunia,” ujar Wahyu selaku Badan Pimpinan ISMEI.
Menurutnya, banyak negara
yang mengalami kesulitan dalam melakukan lompatan untuk membuat negaranya
"naik kelas", contohnya
India yang sampai saat ini masih terkategori middle income.
“Kita tidak mau hal itu
terjadi dengan Indonesia. Oleh karenanya isu ini harus diangkat dan
didiskusikan mengingat syarat untuk keluar dari middle income trap adalah pertumbuhan ekonomi diatas 6% sedang saat
ini ekonomi Indonesia hanya mampu tumbuh di angka 5,02%. Dalam forum ini juga
kami telah menghasilkan rekomendasi untuk ditembuskan kepada Pemerintah Pusat
maupun Pemerintah Daerah di masing-masing wilayah," tarang Wahyu.
Badan Pengawas dan
Konsultasi ISMEI yang berasal dari Lampung, Dimas Dwi Pratikno menerangkan, ISMEI
merupakan lembaga yang fokus terhadap isu-isu ekonomi. “Melalui kegiatan ini
kami berhasil mendapat beberapa poin rekomendasi bagi pemerintah pusat
diantaranya mendorong penerimaan pajak dengan mendesak Menteri Keuangan
mengeluarkan regulasi terkait pajak deviden bagi investor yang menginvestasikan
modalnya di Indonesia, karena dinilai dapat menambah penerimaan negara
dibanding harus mengurangi subsidi ke masyarakat miskin yang dirasa sangat
membebani atau menambah hutang negara untuk menambal defisit.”
“Selain itu juga kita
harus dorong pembentukan Badan Ekonomi Syariah Nasional yang memiliki tugas
untuk eksekusi potensi-potensi ekonomi syariah nasional mengingat potensi
ekonomi syariah yang mencapai US$ 3 Triliun namun belum ada lembaga yang mampu
mengeksekusi potensi-potensi tersebut secara khusus. Itu merupakan beberapa
poin rekomendasi ISMEI dalam menyikapi tantangan global serta upaya untuk
keluar dari middle income trap,"
tambahnya.
Sementara, Kabiro Kajian
Strategis ISMEI yang juga Gubernur BEM FEB Unila Arga Wijaya Hardy menambahkan,
negara harus segera berbenah melihat ancaman defisit transaksi perdagangan
mencapai US$ 1,93 Miliar periode Januari-Juni 2019. Menurutnya, hal ini
mengindikasikan bahwa ekonomi akan tumbuh melambat, dan upaya untuk keluar dari
middle income trap dirasa sangat
sulit.
“Maka kami masih akan
mulai untuk mengkaji terkait omnibus law
yang diwacanakan akan mempermudah investasi masuk ke Indonesia dan diharapkan
dapat mempercepat laju pertumbuhan, tentu apabila regulasi itu mengarah pada
investasi sektor riil dan mempermudah juga peluang investor lokal untuk
berinvestasi sehingga bukan hanya investor asing yang diberi karpet merah.”
“Namun, apabila dalam regulasi
tersebut hanya mempermudah investor asing tentu kami dengan tegas untuk menolak
dan memohon untuk revisi kembali regulasi tersebut," ucapnya.(dwi)