Catatan Pembangunan Lampung: Menurunnya Kinerja Perdagangan, Hingga IPM Terendah Se-Sumatera
OPINI -
Provinsi Lampung merupakan provinsi paling selatan di Sumatera. Daerah ini
terkenal dengan penghasil produk perkebunan, mulai dari lada, cengkeh, kopi,
karet hingga sawit. Terbukti dari kontribusi sektor pertanian, perkebunan dan
perikanan yang menyumbang 30% dari total PDRB Lampung. Besarnya potensi sektor
ini karena mayoritas penduduk masih mengandalkan sektor ini untuk menjadi
sumber pendapatan mereka.
Secara agregat pertumbuhan
ekonomi Lampung mengalami peningkatan setiap tahunnya dikisaran 5% - 5,16%
selama kurang lebih 4 tahun hingga triwulan tiga tahun 2019. Hal tersebut
dikarenakan ekonomi Lampung masih ditopang oleh tingginya konsumsi Rumah
Tangga. Namun, kontribusi sektor pertanian, perkebunan, dan perikanan selalu
mengalami penurunan.
Perubahan struktur ekonomi
Lampung nampaknya tengah berjalan (walaupun tidak bisa dikatakan sepenuhnya)
melihat kontribusi sektor industri pengolahan terhadap PDRB Lampung mengalami
peningkatan namun, peningkatan tersebut bukan karena sektor ini mengalami peningkatan
seluruhnya melainkan hanya Industri Makanan dan Minuman saja yang berkembang. Justru
kategori lain dari sektor ini mengalami penurunan, tak heran karena memang
fenomena ini disebabkan oleh meningkatanya konsumsi Rumah Tangga yang terjadi.
Ini menjadi catatan penting bagi pemerintah mengingat perkembangan sektor
industri pengolahan banyak menyerap tenaga kerja namun, apabila hanya satu
kategori saja yang tumbuh, ini tidak akan berdampak banyak karena multiplier effect yang dihasilkan tidak
menyeluruh atau dapat dikatakan tidak menyentuh seluruh sektor.
Pertumbuhan ekonomi
Lampung yang mencapai 5,16% tidak dapat dibanggakan begitu saja meski memang
pertumbuhan ini lebih baik dari pertumbuhan ekonomi nasional yang hanya 5,02%
pada kuartal ketiga tahun 2019. Selain catatan industri pengolahan yang tumbuh
tidak menyeluruh, kinerja perdagangan juga melemah dilihat dari penurunan
kinerja ekspor barang dan jasa Provinsi Lampung yang turun sekitar 6 triliun
rupiah berdasarkan data PDRB harga berlaku yang telah dikeluarkan BPS, kinerja
impor juga menurun dikisaran 3,6 Triliun rupiah. Bahkan, data tersebut
menunjukan kinerja perdagangan yang minus kurang lebih 1,7 triliun rupiah.
Neraca perdagangan Provinsi Lampung yang mengalami minus perdagangan ini mengindikasikan
kinerja ekonomi yang kurang baik atau dapat dikatakann ekonomi Lampung tengah “lesu”.
Pertumbuhan yang terjadi
ini dapat dikatakan tidak berkualitas dan tidak berkelanjutan, karena hanya
ditopang oleh Konsumsi Rumah Tangga saja. Masih banyak pekerjaan rumah
pemerintah Provinsi Lampung untuk membenahi kinerja ekonomi, seperti sudah
disinggung sebelumnya bahwa sektor pertanian mengalami penurunan kontribusi
terhadap PDRB hal tersebut berdampak pada turunnya nilai tukar petani Lampung
sebesar 4,11% dan pertumbuhannya selalu dibawah nilai tukar petani nasional
sepanjang 2019. Selain itu, pertumbuhan yang terjadi di lampung justru
menyebabkan ketimpangan semakin meningkat tercermin dari indeks Gini Provinsi
Lampung yang naik setidaknya 0,03 poin menjadi 0,329 hingga maret 2019.
Walaupun ketimpangan ini masih tergolong ketimpangan rendah.
Selain catatan yang
disebutkan di atas, catatan selanjutnya ialah Indeks Pembangunan Manusia
Lampung yang masih rendah, bahkan terendah se-Sumatera. Hal tersebut dikarenakan
angka Rata-rata Lama Sekolah yang hanya mencapai 7,82 tahun. Jika diartikan
penduduk Lampung usia 25 Tahun ke atas
hanya mampu sekolah hingga jenjang kelas 7 SMP. Memang ini hanya
angka-angka namun cukup mencerminkan kondisi pembangunan daerah Lampung.
Kedepan, resistensi
ekonomi global masih akan berlanjut karena belum ada kesepakatan antara China
dan Amerika ini mungkin akan berakibat pada melemahnya kinerja perdagangan
Provinsi Lampung karena mayoritas komoditas ekspor maupun impor sebagian besar menuju
dan dari dua Negara tersebut. Jika dilihat dari golongan barang impor yang
tumbuh adalah impor binatang hidup ini menandakan ada penurunan produksi ternak
provinsi Lampung atau tidak terintegrasinya peternak dengan pasar di Lampung.
Oleh karenanya integrasi
industri hulu ke hilir harus ditingkatkan, dengan perkembangan teknologi
digital saat ini. Pemberdayaan pelaku di industri hulu dengan memperkenalkan
teknologi digital dapat mempercepat akselerasi produk ke pasar, ini diharapkan
dapat mendorong kinerja perdagangan Provinsi Lampung semakin membaik. Selain
itu, perlu adanya program sekolah gratis hingga jenjang SMA dan penambahan
kuota beasiswa bagi siswa yang ingin melanjutkan ke jenjang Perguruan Tinggi
namun kurang mampu. Hal tersebut dapat “mendongkrak”
angka Rata-rata Lama Sekolah dan selanjutnya berimplikasi pada perbaikan nilai
IPMM Lampung. Tentu ini dibangun harus dengan sinergitas Pemerindah Daerah
Provinsi dan Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota di Provinsi Lampung untuk Lampung Berjaya.