Manajemen Stres dan Kelelahan pada Ibu Tunggal
KATALAMPUNG.COM - Keluarga merupakan sebuah unit terkecil dalam masyarakat yang hubungannya terikat dan saling berinteraksi. Menurut UU Nomor 52 Tahun 2009 keluarga adalah unit terkecil dalam masyarakat yang terdiri atas suami istri, atau suami, istri dan anaknya, atau ayah dan anaknya, atau ibu dan anaknya. Namun, saat ini terdapat sedikit perubahan dalam struktur keluarga, yaitu adanya orang tua tunggal. Perubahan dalam struktur keluarga yang awalnya terdiri atas ayah, ibu dan anak dapat disebabkan oleh berbagai musibah dan persoalan yang tidak dapat diprediksi dan akhirnya menimbulkan perpecahan dalam keluarga tersebut.
Perpecahan yang paling
banyak terjadi dalam keluarga dan ranah rumah tangga adalah kematian dan
perceraian. Kematian pada pasangan hidup dalam keluarga dapat mengganggu
kehidupan emosional, mengubah hubungan individu dengan lingkungan sosialnya dan
dapat menimbulkan permasalahan-permasalahan dalam kehidupan setelah
ditinggalkan pasangan. Kematian berdampak pada perubahan pola pengasuhan anak
dan hubungan yang dihadapi pasangan yang masih hidup baik dengan orang lain
maupun diri sendiri. Seorang yang mengalami kehilangan pasangan dan harus
melakukan pola pengasuhan anak secara mandiri biasa disebut dengan orang tua
tunggal atau single parent.
Baca Juga: Menilik Proses Komunikasi pada Keluarga Double Income
Orang tua tunggal (single
parent) adalah orang tua yang telah menduda atau menjanda baik bapak maupun
ibu, yang menerima tanggung jawab untuk merawat anak-anak akibat kematian
pasangannya, perceraian ataupun kelahiran anak di luar nikah (Fatimah dan
Nurdin 2015). Orang tua tunggal yang lebih sering ditemui adalah seorang ibu
tanpa suami yang memiliki tanggungan untuk memelihara sejumlah anak. Keluarga
dengan ibu sebagai orang tua tunggal seringkali disebabkan oleh meninggalnya
suami, perceraian, ibu yang tidak menikah ataupun remaja yang hamil di luar
nikah.
Apa masalah yang akan dialami oleh ibu tunggal ini?
Setelah perceraian atau
kematian suaminya, ibu mengalami penyusutan sumber daya penting dalam melakukan
fungsi pengasuhan, yaitu hilangnya dukungan psikologis dan ekonomi dari
pasangan yang menyebabkan perubahan status, perubahan peran, krisis identitas,
gangguan emosi, kesepian, merasa tak berdaya, tak memiliki harapan, dan
kehilangan rasa percaya diri. Orang tua tunggal otomatis akan menjalani peran
sebagai kepala keluarga baik ibu maupun ayah yang mempunyai tugas untuk
menangani situasi stres dalam keluarga agar tidak menjadi lebih buruk, namun
kadang kala orang tua tunggal justru tidak dapat menangani masalah dan situasi
stresnya sendiri.
Stres merupakan suatu
kondisi yang sering terjadi dalam kehidupan manusia. Kupriyanov dan Zhdanov
(2014) menyatakan bahwa stres yang ada saat ini merupakan sebuah atribut
kehidupan modern. Hal tersebut dikarenakan stres sudah menjadi bagian hidup
yang tidak bisa terelakkan. Stres dapat terjadi di lingkungan manapun dan
kalangan apapun. Stres merupakan respon seseorang terhadap terjadinya perubahan
situasi atau situasi yang mengancam. Dampak stres yang dialami oleh seorang
individu akan memunculkan sikap respon terhadap stres tersebut. Respon terhadap
stres dapat berupa respon positif maupun respon negatif tergantung kemampuan
individu dalam mengelola stres dan sumber stres yang diterima.
Respon positif muncul dari
tingkat stres yang tidak melebihi kemampuan maksimal seorang individu dan
menimbulkan dampak berupa peningkatan kinerja dan kesehatan. Sementara, respon
negatif terhadap stres muncul akibat berlebihnya tingkat stres yang diterima
dari kemampuan maksimal seorang individu dan menimbulkan dampak ,diantaranya
timbul amarah, agresif, impulsif, kecemasan berlebih, apatis maupun depresi,
dan gangguan kognitif. Stres yang berkepanjangan dapat menjadi penyebab dari
gangguan-gangguan kesehatan, baik kesehatan fisik maupun mental atau psikis.
Bagaimana cara mengatasi stres yang mungkin terjadi?
Dalam mengatasi stres, baik
akibat adanya perubahan kondisi yang signifikan maupun kondisi penuh tekanan
dan tegangan, diperlukan sikap sebagai respon dalam mengurangi atau
menghilangkan ketegangan secara psikologi. Sikap tersebut dapat terlihat atau
pun tidak terlihat oleh orang lain, sehingga memiliki berbagai macam bentuk
untuk mengatasi atau mengelola stres. Faktor stres yang memengaruhi orang tua
tunggal dapat menimbulkan depresi dan masalah yang lebih buruk sehingga
diperlukan manajemen stres berupa strategi koping untuk mengatasinya.
Strategi koping adalah
perilaku seorang individu mencoba menggunakan sumber daya dan nilai yang
dimiliki untuk mengelola perbedaan yang dirasakan. Strategi koping dapat
mengoreksi suatu masalah yang dialami oleh seseorang melalui mengubah persepsi
atau tindakan dalam merespon stres dan emosi dari lingkungan eksternal atau
internal. Dalam proses koping, individu mengelola jarak antara dirinya dengan
sumber stres sebagai cara dalam menghadapi stres, sehingga perilaku yang berpusat
pada emosi dan minimnya kemampuan dari individu kurang dapat mengubah masalah.
Strategi koping
dikelompokkan menjadi dua, yaitu emotional focused coping dan problem
focused coping. Emotional focused coping merupakan upaya dalam
perubahan fungsi emosi atau meredakan emosi individu terhadap masalah tanpa
memperbaiki masalah secara langsung. Problem focused coping merupakan
upaya melalui tindakan dalam mengubah atau menangani masalah atau sumber stres.
Contoh emotional focused coping, diantaranya memberi jarak (distance),
pengabaian (avoidance), mengevaluasi (positive reappraisal),
pengendalian diri (self-control), dan penerimaan (acceptance
responsibility). Sementara, contoh problem focused coping,
diantaranya pemecahan masalah yang terencana (planful problem solving),
konfrontatif (confrontative), dan mencari dukungan lingkungan (seeking
social support).
Apa yang diharapkan dari strategi ini?
Single parent
disarankan untuk dapat memanajemen stres dan kelelahannya dengan caranya
masing-masing tanpa melakukan perilaku negatif yang berkepanjangan. Manajemen
stres dan kelelahan pada single parent akan lebih baik apabila cara
dalam menanganinya dengan melakukan kegiatan-kegiatan positif. Semakin baik
strategi koping yang dilaksanakan dan berfokus pada masalah, maka semakin
meningkatkan kesejahteraan subjektif seorang individu. Kesejahteraan subjektif
merupakan pandangan seseorang terhadap kondisi dan pengalaman hidup yang
dialaminya atau rasa syukur atas kehidupan yang dimilikinya.
Penulis:
Shafa Putri Anindya; Amrina
Rosdiana; Rahma Anisa; Lorita Amanda Sardi; Rufaidah Izdihar Billah (Departemen
Ilmu Keluarga dan Konsumen, Fakultas Ekologi Manusia, IPB University)
Dosen Pengampu:
Dr. Megawati Simanjuntak,
SP, M.Si.; Ir. MD. Djamaluddin, M. Sc.; Dr. Yulina Eva Riany, SP., M.Si.