BP ISMEI Serukan Turun ke Jalan Jika BBM Premium Dihapus Tanpa Diimbangi Penurunan Harga BBM Lainnya
KATALAMPUNG.COM - Rencana Pemerintah menghapus BBM bersubsidi premium awal tahun 2022 di Indonesia, turut mendapatkan respon dari Ikatan Senat Mahasiswa Ekonomi Indonesia (ISMEI). Mauldan Agusta Rifanda selaku Badan Pimpinan ISMEI 2021-2023 merespon dengan menyatakan, pihaknya akan turun ke jalan jika rencana tersebut tidak diimbangi dengan penurunan harga BBM lainnya.
Mauldan Agusta Rifanda |
“Jika benar penghapusan tesebut karena Pemerintah ingin memperbaiki kualitas lingkungan hidup dengan memperbaiki kualitas bahan bakar dan mengurangi emisi karbon maka Pemerintah harus tetap menyediakan BBM dengan harga murah dan terjangkau bagi rakyatnya. Jangan sampai pemerintah mengelabui masyarakat dengan isu lingkungan hidup padahal sebenarnya motif penghematan ekonomi,” ujar Mauldan, Jum’at, 31 Desember 2021.
Menurutnya, Pemerintah
bertanggung jawab untuk menyediakan bahan bakar minyak yang terjangkau bagi rakyat.
Jangan sampai penghapusan BBM Premium malah menambah beban di tengah masyarakat
hari ini.
“Ini bukan masalah
lingkungan, tapi tepatnya ini masalah penghematan anggaran dengan motif
komersil yang dibungkus sedemikian rupa dengan isu lingkungan. Seperti kita
ketahui Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara membengkak,” ucapnya.
Mauldan menambahkan, di masa
pandemi ini utang Pemerintah mencapai Rp. 6.711 Triliun, di sisi lain
pemerintah diminta untuk menurunkan tingkat defisit anggaran di bawah 3% hingga
tahun 2023. “Jelas pemerintah akan melakukan segala upaya untuk penghematan. Namun
masalahnya apakah penghemat harus dilakukan dengan cara penghapusan BBM
bersubsidi? kan tidak. Masih banyak cara lain yang tidak berhubungan dengan
barang kebutuhan yang digunakan masyarakat banyak sehingga tidak menimbulkan
gejolak di tengah masyarakat,” imbuhnya.
Mauldan menyarakankan
pemerintah merelokasi anggaran yang lain seperti belanja barang pemerintah,
belanja pegawai pemerintah, belanja pembayaran bunga utang. Di samping itu
pemerintah harus fokus memperbaiki sektor hulu dan membangun kilang-kilang
minyak. Sehingga impor BBM dapat dikurangi dan mampu menyediakan BBM terjangkau
untuk kesejahteraan rakyat.
“Jadi jangan jadikan isu lingkungan
sebagai tameng Pemerintah, jika benar Peduli Lingkungan kenapa pemerintah
melakukan Banding terhadap tuntutan 32 orang Masyarakat yang menggugat
pemerintah tentang polusi udara Jakarta?” pungkasnya.
Penghapusan BBM subsidi
tanpa menyediakan BBM Bersubsidi dengan harga terjangkau bagi masyarakat,
adalah kejahatan yang terstruktur. Menurut pemerintah kesadaran masyarakat terhadap
penggunaan BBM ramah lingkungan meningkat karena penggunaan PREMIUM di tengah
masyarakat berkurang, Berdasarkan data Pertamina, November 2020, konsumsi BBM
Nasional terbesar adalah jenis Pertalite sekitar 63%, lalu Premium 23%,
Pertamax 13% dan Pertamax Turbo 1%.
Berkurangnya penggunaan
premium di tengah masyarakat bukan karena kesadaran masyarakat, tetapi kondisi
di lapangan tahun 2021 distribusi Premium dikurangi pemerintah sehingga menyebabkan
kelangkaan. Untuk mengisi ketiadaan premium di lapangan maka masyarakat beralih
ke Pertalite.
“Namun mirisnya argumentasi
yang dibangun pemerintah seolah-olah penggunaan Premium turun. Jelas ini adalah
motif yang sangat tertruktur, jangan sampai masyarakat dan mahasiswa semua
luput mengawasi pemerintah sehingga skema penghapusan yang seperti ini akan
terjadi lagi di penghapusan solar, pertalite atau mungkin BBM lain kedepannya,”
ucapnya.
Ia melanjutkan, jika motif
lingkungan bukan akal-akalan pemerintah maka pengahpusan BBM Premium harus
diimbangi dengan penurunan harga BBM jenis lainnya seperti Pertalite dan
Pertamax agar kebutuhan masyarakat terhadap BBM murah dapat terpenuhi dan
kepentingan pemerintah dalam menjaga lingkungan pun tetap bisa dijalankan.
Jika penghapusan tidak
diimbangi penurunan harga dan kebiijakan pemerintah lainnya yang pro terhadap
masyarakat maka jelas sedang ”mengakali”
masyarakatnya dan itu pasti sangat memberatkan masyarakat kelas menengah
ke bawah apalagi di tengah pandemi hari ini daya beli masyarakat belum pulih,
gas LPG non-subsidi naik, harga kebutuhan pokok naik, tarif listrik diusulkan
naik, tarif PPN naik menjadi 11% dari sebelumnya 10%. Jangan sampai kebijakan
pemerintah tidak pro terhadap rakyat dan menimbulkan kemiskinan dan ketimpangan
di Masyarakat semakin tinggi.
Mauldan menyampaikan,
harusnya pemerintah di era hari ini bisa lebih pro terhadap masyarakat, karena
kita memiliki anggota DPR RI juga yang sebagian besar merupakan partai
pendukung pemerintah, harusnya masyarakat diuntungkan karena perwakilannya
merupakan sebagian besar dan sangat mudah mendorong persetujuan secara kolektif
untuk tidak menghapus BBM bersubsidi maupun memberikan subsidi kepada BBM yang
ramah lingkungan hal itu semata-mata demi memperjuangkan hak rakyat dan
mendukung pemulihan konsumsi rumah tangga.
Kebijakan seperti ini pernah
terjadi di era pemerintahan sebelumnya dan DPR RI secara kolektif mampu
menggagalkan niat tersebut karena kepedulian terhadap masyarakat yang
diperjuangkanya sebagai wakil Rakyat yang ada di Parlemen.
“Jika pemerintah tetap
menghapus Premium tanpa diimbangi penurunan harga BBM lainnya serta tidak
diiringi kebijakan lain yang pro terhadap masyarakat, Maka ISMEI yang membawahi
200 BEM Ekonomi Se-Indonesia akan menghimpun seluruh Lapisan elemen Masyarakat
dan mahasiswa untuk turun ke jalan,” tegasnya.(dms)