Fintech Ilegal, Sumber Masalah Identitiy Fraud
KATALAMPUNG.COM – Apresiasi atas komitmen pemerintah dalam pemberantasan Fintech Ilegal disuarakan oleh Ardi Sutedja selaku Ketua dan Pendiri Indonesia Cyber Security Forum (ICSF). Menurutnya, Fintech Ilegal menjadi sumber masalah Identitiy Fraud, melalui praktik penyalahgunaan data pribadi konsumen. Dengan adanya praktik ilegal ini, berdampak pada kerugian materil dan berkurangnya kepercayaan masyarakat terhadap layanan keuangan digital yang legal.
“Disinilah layanan identitas digital yang aman memainkan peran kunci untuk mengembalikan dan bahkan memperkuat kepercayaan masyarakat,” kata Ardi , Kamis (4/11).
Ardi menambahkan, para
fintech dapat memanfaatkan layanan TTE tersertifikasi, proses e-KYC (Know Your Customer) atau verifikasi
data terhadap penggunanya menggunakan sistem verifikasi biometrik berdasarkan
data kependudukan dan deteksi kehidupan (liveness detection).
Hal ini dapat diperkuat
dengan penerbitan sertifikat elektronik sebagai bukti dari identitas digital
terverifikasi yang sah dan dapat digunakan untuk melakukan tanda tangan
elektronik.
Baca Juga: OJK Lampung Edukasi Masyarakat Mengenai Pinjol
Sementara itu, Sati Rasuanto
selaku CEO dan Co-founder VIDA, Deputy Secretary General IV & Head of The
Personal Data Protection Task Force at the Indonesian Fintech Association
(AFTECH) mengungkapkan, Dengan kemampuan memverifikasi data pengguna fintech,
melakukan autentikasi dan tanda tangan secara digital, Penyelenggara
Sertifikasi Elektronik atau PSrE seperti VIDA memiliki peran strategis sebagai
trusted layer yang tidak hanya memberi rasa terlindungi saat bertransaksi
secara digital, namun juga membantu pengguna berperilaku secara aman di dunia
digital.
“Rasa aman ini menjadi
krusial dalam membangun ekosistem ekonomi digital di mana setiap pemainnya
memiliki rasa saling percaya. Apalagi mengingat bahwa aktivitas dalam fintech
bersifat nirbatas dan tanpa tatap muka secara fisik,” ujar Sati.
Menurutnya, di samping
kepatuhan pada regulasi, prinsip digital trust dalam melindungi privasi
dan keamanan data pengguna ini harus menjadi kesadaran bersama. Hal ini
mengingat perlindungan data kini telah menjadi concern dari masyarakat pengguna
platform digital, termasuk fintech.
“Untuk itu, edukasi tentang
identitas digital yang aman perlu terus digalakkan baik oleh semua pihak, agar
resiko-resiko yang terjadi seperti identity fraud dapat dimitigasi,” ucapnya.
Hal senada juga diungkapkan
oleh salah satu pelaku fintech, Dickie Widjaja, Chief Information Officer (CIO)
Investree dan Deputy Secretary General Asosiasi FinTech Indonesia, dalam
diskusi yang sama mengatakan, perilaku tidak bertanggung jawab yang dilakukan
oleh fintech ilegal berdampak pada menurunnya rasa percaya masyarakat terhadap
fintech.
“Padahal, fintech membawa
potensi yang sangat besar baik bagi penggunanya maupun untuk pertumbuhan
ekonomi digital di Indonesia. Di sinilah pentingnya layanan identitas digital
berperan kuat dalam membangun rasa percaya masyarakat,” terang Dickie.
Ia menambahkan, keamanan
digital merupakan investasi jangka panjang karena mampu memberikan
akuntabilitas dan kredibilitas kepada fintech, dan dalam skala yang lebih besar
ikut meningkatkan keyakinan, rasa percaya, serta optimisme masyarakat terhadap
layanan keuangan digital.
Laporan McKinsey Global
Institute pada tahun 2019 sudah pernah memperkirakan bahwa identitas digital
dapat menghidupkan 50-70 persen potensi ekonomi di negara-negara berkembang,
dengan kondisi tingkat adaptasi mencapai sekitar 70 persen. Bahkan, pemanfaatan
identitas digital juga diperkirakan dapat menciptakan nilai ekonomi setara
dengan 3-13 persen PDB di tahun 2030.
Gajendran Kandasamy, COO dan
Co-Founder VIDA menjelaskan, “VIDA membawa misi utama untuk menciptakan sistem
identitas digital yang terpercaya dan tanpa hambatan. Maka, kami menerapkan
best practices untuk keamanan dan perlindungan data, di mana kami memastikan
bahwa baik komponen teknis maupun legal harus terpenuhi. Kami mendesain user
experience (UX) yang mudah dan nyaman namun tetap sejalan dengan elemen-elemen
keamanan. Penting untuk dipahami bahwa desain UX sangat berperan dalam
membentuk perilaku pengguna yang aman di dunia digital.”
Saat ini VIDA merupakan PSrE
pertama di Indonesia yang juga memperoleh akreditasi WebTrust global untuk
penerapan standar keamanan internet, dan menerapkan biometrik wajah dalam
melakukan verifikasi dan autentikasi untuk memberikan kemudahan dan kenyamanan
bagi pengguna.
TTE VIDA juga satu-satunya
yang diakui di lebih dari 40 negara, karena VIDA merupakan PSrE pertama dari
Indonesia yang masuk dalam Adobe Approved Trust List (AATL) atau daftar rekan
terpercaya Adobe. Dalam hal memberikan layanan verifikasi identitas, VIDA juga
telah tercatat sebagai penyelenggara Inovasi Keuangan Digital (IKD) Tercatat
Klaster e-KYC di OJK maupun regulatory sandbox di OJK dan Bank Indonesia, ujar
Gajendran.
Dengan posisinya saat ini,
VIDA memainkan peran strategis dalam memaksimalkan transformasi digital
Indonesia, terutama dalam hal keamanan informasi dan privasi dengan
memanfaatkan identitas bersertifikat digital yang aman dan terpercaya.(***)