5 Perbedaan Zakat dan Infak dalam Alquran (Bagian Ketiga dari 5 Tulisan)
![]() |
Muhammad Farid |
3. Latar Belakang
Latar
belakang Infak:
Kita meyakini Allah yang
melapangkan dan menyempitkan rizki. Allah mengatur ada orang kaya dan miskin
agar masing-masing saling memanfaatkan (simbiosis
mutualisme). Kalau semua jadi orang kaya maka tidak akan ada yang mau
membersihkan jalan, menjadi asisten rumah tangga, tukang kebun dll.
”Apakah mereka yang membagi-bagi rahmat Tuhanmu? Kami telah menentukan
antara mereka penghidupan mereka dalam kehidupan dunia, dan Kami telah
meninggikan sebahagian mereka atas sebagian yang lain beberapa derajat, agar
sebagian mereka dapat mempergunakan sebagian yang lain. dan rahmat Tuhanmu
lebih baik dari apa yang mereka kumpulkan.” (QS.43;32)
Allah lebihkan sebagian
atas sebagian yang lain. Bagi orang yang tidak bisa memenuhi kebutuhannya maka
Allah titipkan rizkinya kepada orang yang mampu dan punya kelebihan.
Dalam harta kita ada hak
orang lain yg tidak punya apa-apa. Allah menitipkan rezeki mereka melalui kita.
“Dan pada harta-harta mereka ada hak untuk orang miskin yang meminta dan
orang miskin yang tidak mendapat bagian.” (QS.51;19).
“Dan orang-orang yang dalam hartanya tersedia bagian tertentu. Bagi
orang (miskin) yang meminta dan orang yang tidak mempunyai apa-apa (yang tidak
mau meminta).” (QS. 70;24-25)
Dalam harta kita ada hak
orang lain. Golongan yang harus diberikan haknya ialah orang tua kita yang
sudah tua dan tidak bisa berusaha lagi. Kemudian kerabat atau keluarga yaitu
Istri dan Anak-anak serta saudara kita yang tidak mampu mencukupi kebutuhan hidupnya.
Selain itu anak yatim yang
kehilangan nafkah dari orangtuannya. Orang miskin yang tidak mampu mencukupi
kebutuhan hidupnya dan Musafir yang sedang dalam perjalanan sehingga tidak bisa
bekerja.
Jadi latarbelakang
turunnya perintah infak karena ada yang dilebihkan rizkinya dan ada yang
disempitkan. Yang punya kelebihan wajib memberikan kelebihannya kepada yang
kekurangan. Karna kelebihan itu sebenarnya adalah titipan dari Allah yang harus
diberikan kepada mereka yang sedang kekurangan. Itu adalah hak mereka.
“Dan apakah mereka tidak memperhatikan bahwa sesungguhnya Allah
melapangkan rezeki bagi siapa yang dikehendaki-Nya dan Dia (pula) yang
menyempitkan (rezeki itu). Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar
terdapat tanda-tanda (kekuasaan Allah) bagi kaum yang beriman. Maka berikanlah
kepada kerabat yang terdekat akan haknya, demikian (pula) kepada fakir miskin
dan orang-orang yang dalam perjalanan. Itulah yang lebih baik bagi orang-orang
yang mencari keridaan Allah; dan mereka itulah orang-orang beruntung.”
(QS.Ar Ruum, 30:37-38)
Karena ada hak orang lain
yang Allah titipkan dalam harta kita dan harus kita berikan maka berinfak
menjadi WAJIB hukumnya bukan sunnah. Allah mengingatkan dalam Alquran :
34. Hai orang-orang yang beriman, Sesungguhnya sebahagian besar dari
orang-orang alim Yahudi dan rahib-rahib Nasrani benar-benar memakan harta orang
dengan jalan batil dan mereka menghalang-halangi (manusia) dari jalan Allah.
Dan orang-orang yang menyimpan emas dan perak dan tidak menafkahkannya pada
jalan Allah, Maka beritahukanlah kepada mereka, (bahwa mereka akan mendapat)
siksa yang pedih,
35. Pada hari dipanaskan emas perak itu dalam neraka Jahannam, lalu dibakar
dengannya dahi mereka, lambung dan punggung mereka (lalu dikatakan) kepada
mereka: "Inilah harta bendamu yang kamu simpan untuk dirimu sendiri, Maka
rasakanlah sekarang (akibat dari) apa yang kamu simpan itu." (QS.At
Taubah, 9:34-35)
Ayat di atas menyebutkan
infak (nafkah) bukan zakat. Definisi wajib adalah jika dilakukan mendapat pahala
dan jika ditinggalkan mendapat siksa. Ayat di atas menyebutkan kalau tidak
berinfak akan mendapat siksa. Berdasarkan ayat tersebut infak adalah sebuah
kawajiban disamping zakat. Berbeda dengan pemahaman yang berkembang selama ini
yang mengatakan infak itu hukumnya sunnah bukan wajib.
Mengapa kita harus atau
wajib mengeluarkan hak orang miskin tersebut dari harta kita? agar jangan
sampai harta itu hanya beredar di antara orang kaya saja.
“Apa saja harta rampasan (fai-i) yang diberikan Allah kepada RasulNya
(dari harta benda) yang berasal dari penduduk kota-kota Maka adalah untuk
Allah, untuk rasul, kaum kerabat, anak-anak yatim, orang-orang miskin dan
orang-orang yang dalam perjalanan, supaya harta itu jangan beredar di antara
orang-orang kaya saja di antara kamu. apa yang diberikan Rasul kepadamu, Maka
terimalah. dan apa yang dilarangnya bagimu, Maka tinggalkanlah. dan bertakwalah
kepada Allah. Sesungguhnya Allah Amat keras hukumannya.” (QS.59;7).
Latar
Belakang Zakat:
Ayat tentang zakat yang
sering dikutip adalah:
“Ambillah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu
membersihkan dan mensucikan mereka dan mendoalah untuk mereka. Sesungguhnya doa
kamu itu (menjadi) ketenteraman jiwa bagi mereka. dan Allah Maha mendengar lagi
Maha mengetahui.” (QS.9:103).
Ayat di atas diawali
dengan kalimat ’Ambillah zakat dari sebagian harta mereka”. Kita tidak pernah
bertanya siapakah yang dimaksudkan dengan ”mereka” yang harus diambil zakatnya.
Untuk mengetahui jawabannya mari kita cek di ayat sebelumnya.
“Dan (ada pula) orang-orang lain yang mengakui dosa-dosa mereka, mereka
mencampurbaurkan pekerjaan yang baik dengan pekerjaan lain yang buruk.
Mudah-mudahan Allah menerima taubat mereka. Sesungguhnya Allah Maha Pengampun
lagi Maha Penyayang.” (QS.9:102).
Ternyata yang dimaksud
”mereka” yang harus diambil zakatnya di ayat 103 adalah orang-orang yang
mengakui dosa-dosanya. Mereka adalah orang-orang yang mencampurbaurkan
pekerjaan baik dengan pekerjaan yang buruk. Perbuatan buruk yang mereka lakukan
itu melekat dengan perbuatan baiknya sehingga tidak bisa dipisahkan. Jadi bukan
perbuatan buruk bisa.
Jika perbuatan buruk
seperti mencuri, maka untuk menghapus dosanya bukan dengan membayar zakat.
Perbuatan buruk berzina juga tidak bisa dihapus dengan zakat. Perbuatan buruk
membunuh juga tidak bisa dihapus dengan zakat. Jadi sekali lagi, perbuatan
buruk yang dimaksud dalam ayat di atas bukanlah perbuatan buruk biasa, tapi
keburukan yang melekat pada perbuatan baik yang kita lakukan. Sehingga
perbuatan buruk itu tidak bisa kita tinggalkan. Kita mengakui itu perbuatan
buruk tapi tidak bisa ditinggalkan.
Contohnya kita bekerja ke
kantor atau berniaga memakai kendaraan bermotor. Itu perbuatan baik. Tapi ada
polusi yang kita hasilkan yang akan merusak lingkungan. Polusi tersebut tidak
bisa kita hindari. Sebagai kompensasinya kita wajib membayar zakat untuk
menutupi dampak buruk dari perbuatan tersebut.
Bertani itu perbuatan
baik. Tapi ada dampak buruk dari pertanian yang kita kerjakan. Dampak buruknya
adalah rusaknya ekosistem di lingkungan tersebut. Apalagi jika kita menggunakan
pestisida dll. Peternakan juga perbuatan baik. Dampak buruknya adalah kotoran
yang dihasilkan oleh ternak bisa menimbulkan aroma tidak sedap di sekitarnya.
Di jaman sekarang pabrik
menghasilkan limbah yang tidak bisa dihindarkan, maka sebagai kompensasinya
harus membayar zakat untuk membersihkan dan menyucikan pegawainya dari
perbuatan buruk yang telah mereka kerjakan.
Rasulullah shallallahu
'alaihi wasallam bersabda: "Sesungguhnya
zakat itu tidak diperkenankan untuk keluarga Muhammad, karena zakat adalah
kotoran manusia” (HR.Muslim)
Yang dimaksud kalimat
zakat adalah kotoran manusia adalah zakat itu diambil dari kompensasi atas
keburukan yang tidak bisa ditinggalkan oleh manusia ketika berbuat baik seperti
berniaga. Diibaratkan seperti manusia mengeluarkan kotoran dari dalam perut
yang tidak bisa kita hindari. Sama halnya dengan manusia membuang polusi dari
kendaraan yang dia pakai untuk berdagang atau bekerja. Kalimat ”Zakat adalah kotoran manusia” adalah
sebuah perumpamaan bukan diartikan secara leterlek.
Baca Juga:
5 Perbedaan Zakat dan Infak dalam Alquran (Bagian Keempat dari 5 Tulisan)
5 Perbedaan Zakat dan Infak dalam Alquran (Bagian Kelima dari 5 Tulisan)
Baca Juga:
5 Perbedaan Zakat dan Infak dalam Alquran (Bagian Keempat dari 5 Tulisan)
5 Perbedaan Zakat dan Infak dalam Alquran (Bagian Kelima dari 5 Tulisan)