5 Perbedaan Zakat dan Infak dalam Alquran (Bagian Keempat dari 5 Tulisan)
Muhammad Farid |
4.
Kadar/Besaran
Kadar
Infak:
Jika infak itu wajib
hukumnya, pertanyaannya : Berapa infak yang harus kita keluarkan dari harta
kita ? jawabnya adalah : Yang lebih dari
keperluan/kebutuhan :
”Mereka bertanya kepadamu tentang khamar dan judi. Katakanlah:
"Pada keduanya terdapat dosa yang besar dan beberapa manfaat bagi manusia,
tetapi dosa keduanya lebih besar dari manfaatnya". dan mereka bertanya
kepadamu apa yang mereka infakkan. Katakanlah: "yang lebih dari
keperluan." Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepadamu supaya
kamu berfikir, (QS. 2:219)
Untuk bisa memahami ayat
ini kita harus tahu dulu perbedaan keperluan/kebutuhan (needs) dengan keinginan (wants).
Kebutuhan manusia terbatas. Sedangkan keinginan adalah sesuatu diluar kebutuhan
dan tidak terbatas. Manusia butuh makan tapi dibatasi oleh kapasitas perutnya.
Tapi manusia ingin (want) makanan
yang lezat dan mewah. Manusia butuh pakaian untuk menutupi auratnya, sedangkan
keinginannya adalah pakaian yang sesuai dengan mode dan mewah. Manusia butuh
rumah untuk tempat tinggal, sedangkan keinginannya adalah rumah megah. Manusia
butuh kendaraan sedangkan keinginannya adalah kendaraan yang mewah.
Kita hidup di dunia ini
hanya untuk mengabdi (ibadah) kepada Allah bukan untuk memuaskan keinginan.
Keinginan dalam bahasa arab disebut ”hawa”. Di alquran disebutkan kita tidak
boleh mengikuti hawa nafsu
Hai Daud, Sesungguhnya
Kami menjadikan kamu khalifah (penguasa) di muka bumi, Maka berilah keputusan
(perkara) di antara manusia dengan adil dan janganlah kamu mengikuti hawa
nafsu, karena ia akan menyesatkan kamu dari jalan Allah. Sesungguhnya
orang-orang yang sesat darin jalan Allah akan mendapat azab yang berat, karena
mereka melupakan hari perhitungan. (QS.38:26)
Kita tidak boleh mengikuti
hawa nafsu. Ada perbedaan antara nafsu dan hawa nafsu. Nafsu adalah fitrah
manusia seperti makan, minum dan hubungan biologis suami dan istri. Karena itu
manusia tidak akan bisa menahan nafsunya. Sebagaimana disebutkan di Alquran :
”.... Allah mengetahui bahwasanya kamu tidak dapat menahan nafsumu…..”
(QS.2:187)
Sedangkan hawa nafsu
adalah keinginan yang buruk dan berlebihan diluar batas kebutuhan.
Kalau kita sudah memahami
bahwa tugas kita di dunia ini adalah untuk mengabdi (ibadah) kepada Allah bukan
menuruti keinginan (hawa nafsu), maka kita bisa menerima dan memahami QS.2:219
dan QS.38:26 di atas. Menurut kedua ayat tersebut kita hidup hanya sebatas
kebutuhan. Kalau ada kelebihan diluar kebutuhan harus diinfakkan. Karena diluar
kebutuhan adalah hawa nafsu yang akan menyesatkan kita dari jalan Allah.
Misalnya penghasilan kita
10 juta. kebutuhan pribadi 3 juta sebulan maka sisanya yang 7 juta harus
diinfakkan kepada yang berhak. siapa saja yang berhak? pertama anak dan istri.
Kita harus memenuhi kebutuhan mereka terlebih dahulu karena mereka yang
terdekat dengan kita. Jika masih ada kelebihan diinfakkan ke orang tua atau
saudara jika mereka tidak memiliki penghasilan. Jika masih ada kelebihan juga
baru diberikan kepada anak yatim dan fakir miskin..
Itulah yang dilakukan oleh
Rasulullah SAW. Sebagaimana diriwayatkan oleh Umar.
Umar
berkata; dahulu Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam memberi nafkah
keluarganya dari hartanya dan bersedekah dengan kelebihannya… (HR.Abu
Daud No.2583)
Kita boleh menabung
sepanjang ada alasan atau kebutuhan yang jelas dan hendak kita tunaikan di masa
mendatang. Misalnya menabung untuk menikah dll. Jika tidak ada kebutuhan yang
jelas maka ingatlah bahwa kelebihan itu adalah milik orang lain (fakir miskin,
anak yatim dll) yang Allah titipkan dalam harta kita. Dan harta itu harus
dikeluarkan agar tidak menjadi ganjalan di hari akherat kelak. Seperti Allah
ingatkan dalam QS.9:34-35 :
34. Hai orang-orang yang beriman, Sesungguhnya sebahagian besar dari
orang-orang alim Yahudi dan rahib-rahib Nasrani benar-benar memakan harta orang
dengan jalan batil dan mereka menghalang-halangi (manusia) dari jalan Allah.
dan orang-orang yang menyimpan emas dan perak dan tidak menafkahkannya pada
jalan Allah, Maka beritahukanlah kepada mereka, (bahwa mereka akan mendapat)
siksa yang pedih,
35. Pada hari dipanaskan emas perak itu dalam neraka Jahannam, lalu dibakar
dengannya dahi mereka, lambung dan punggung mereka (lalu dikatakan) kepada
mereka: "Inilah harta bendamu yang kamu simpan untuk dirimu sendiri, Maka
rasakanlah sekarang (akibat dari) apa yang kamu simpan itu."
17. Yang memanggil orang yang membelakang dan yang berpaling (dari agama),
18. Serta mengumpulkan (harta benda) lalu menyimpannya. (QS.70:17-18)
Jaman dulu uang bentuknya
emas dan perak. Jadi kita tidak boleh menabung kelebihan uang dan harta jika
tidak ada kebutuhan yang jelas. Karena harta itu sejatinya adalah milik fakir
miskin, anak yatim dll.
Rasulullah SAW bersabda:
"Aku tidak menyukai bila aku
memiliki emas sebesar gunung Uhud, lalu aku membelanjakannya semua kecuali tiga
dinar saja (yang aku suka memilikinya) ". Dan sungguh mereka tidak berakal
sama sekali, yang mereka hanya mengumpulkan dunia. Tidak, demi Allah aku tidak
akan meminta dunia kepada mereka, dan aku tidak akan memberikan fatwa agama ini
untuk mereka hingga aku menemui Allah (HR.Bukhari No.1319)
Kita boleh menggunakan
kelebihan tersebut untuk investasi. Tapi kita harus ingat kelebihan harta yang
kita investasikan itu sebenarnya adalah milik anak yatim dan fakir miskin, yang
kita putar kembali untuk mendapatkan hasil. Sehingga hasil dari investasi
tersebut harus diberikan kepada pemiliknya (fakir miskin, anak yatim dll)
Dalam Alquran ada
Investasi dan perniagaan yang dijamin oleh Allah tidak akan rugi :
“Sesungguhnya orang-orang yang selalu membaca kitab Allah dan mendirikan
shalat dan menafkahkan/menginfakkan sebahagian dari rezeki yang Kami
anugerahkan kepada mereka dengan diam-diam dan terang-terangan, mereka itu
mengharapkan perniagaan yang tidak akan merugi, agar Allah menyempurnakan
kepada mereka pahala mereka dan menambah kepada mereka dari karunia-Nya.
Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Mensyukuri.“(QS.Al Fathir,
35:29-30)
Mungkin kita masih kurang
yakin dengan manfaat memberikan kelebihan harta kita kepada yang berhak,
sehingga Allah harus bertanya kepada kita : “Apa ruginya ?”
“Apakah kemudharatannya bagi mereka, kalau mereka beriman kepada Allah dan
hari kemudian dan menafkahkan/menginfakkan sebahagian rezki yang telah
diberikan Allah kepada mereka ? dan adalah Allah Maha mengetahui Keadaan
mereka.”(QS. 4:39)
Keinginan (hawa nafsu)
yang diluar kebutuhan contohnya kita berbelanja sesuatu yang tidak kita
butuhkan tapi kita tetap membelinya hanya untuk memuaskan keinginan. Itulah
yang disebut boros. Allah mengingatkan :
26. Dan berikanlah kepada keluarga-keluarga yang dekat akan haknya, kepada
orang miskin dan orang yang dalam perjalanan dan janganlah kamu
menghambur-hamburkan (hartamu) secara boros.
27. Sesungguhnya pemboros-pemboros itu adalah saudara-saudara syaitan dan
syaitan itu adalah sangat ingkar kepada Tuhannya.(QS.17:26-27)
Termasuk perbuatan boros
atau mubazir adalah mengoleksi benda-benda berharga seperti pakaian, sepatu,
mobil dll. Kita mengoleksinya hanya untuk memuaskan keinginan karena
benda-benda koleksi tersebut tidak kita gunakan. Padahal itu semua pada
hakekatnya adalah rizki fakir miskin yang dititipkan lewat kita tapi kita gunakan
untuk memuaskan hawa nafsu.
Kita membutuhkan kendaraan
seperti mobil tapi hanya sebatas memenuhi kebutuhan transportasi bukan untuk
prestise (kebanggaan). Prestise akan menimbulkan kesombongan.
“Dan janganlah kamu berjalan di muka bumi ini dengan sombong, karena
Sesungguhnya kamu sekali-kali tidak dapat menembus bumi dan sekali-kali kamu
tidak akan sampai setinggi gunung.” (QS.17:37).
Mobil sekelas innova bisa
dijadikan standar kebutuhan maksimal. Tapi mobil sekelas Ferari yang berharga
miliaran sudah masuk wilayah keinginan bukan sekedar memenuhi kebutuhan lagi.
Ayat-ayat di atas
membuktikan bahwa Allah melarang umatnya untuk hidup bermewah-mewahan karena di
dalam kemewahan yang kita inginkan tersebut ada harta orang lain yang Allah
titipkan. Allah mengingatkan dalam Alquran :
“Dan biarkanlah aku (saja) bertindak terhadap orang-orang yang
mendustakan itu, orang-orang yang mempunyai kemewahan dan beri tangguhlah
mereka barang sebentar.“(QS. 73:11)
“Dan Kami tidak mengutus kepada suatu negeri seorang pemberi
peringatanpun, melainkan orang-orang yang hidup mewah di negeri itu berkata:
"Sesungguhnya Kami mengingkari apa yang kamu diutus untuk menyampaikannya".
(QS. 34;34)
“Maka mengapa tidak ada dari umat-umat yang sebelum kamu orang-orang
yang mempunyai keutamaan yang melarang daripada (mengerjakan) kerusakan di muka
bumi, kecuali sebahagian kecil di antara orang-orang yang telah Kami selamatkan
di antara mereka, dan orang-orang yang zalim hanya mementingkan kenikmatan yang
mewah yang ada pada mereka, dan mereka adalah orang-orang yang berdosa.”(QS.
11:116.)
1. Bermegah-megahan telah
melalaikan kamu,
2. Sampai kamu masuk ke
dalam kubur.
3. Janganlah begitu, kelak
kamu akan mengetahui (akibat perbuatanmu itu),
4. Dan janganlah begitu,
kelak kamu akan mengetahui.
5. Janganlah begitu, jika
kamu mengetahui dengan pengetahuan yang yakin,
6. Niscaya kamu
benar-benar akan melihat neraka Jahiim,
7. Dan Sesungguhnya kamu
benar-benar akan melihatnya dengan 'ainul yaqin.
8. Kemudian kamu pasti
akan ditanyai pada hari itu tentang kenikmatan (yang kamu megah-megahkan di
dunia itu). (QS.102:1-8)
Jadi jika ada yang
bergelimang hidup mewah dan megah sejatinya dia sedang memakan harta fakir
miskin dan anak yatim yang Allah titipkan padanya.
Orang yang ingin memuaskan
hawa nafsu (keinginan)nya akan merasakan keberatan dengan ayat ini. mereka
menganggap bahwa harta yang mereka peroleh itu adalah hak mereka sepenuhnya
karena diperoleh dari usaha dan kepintaran yang mereka. Padahal harta itu
sebenarnya adalah ujian buat mereka.
“Kemudian apabila datang kepada mereka kemakmuran, mereka berkata:
"Itu adalah karena (usaha) kami". dan jika mereka ditimpa kesusahan,
mereka lemparkan sebab kesialan itu kepada Musa dan orang-orang yang
besertanya. ketahuilah, Sesungguhnya kesialan mereka itu adalah ketetapan dari
Allah, akan tetapi kebanyakan mereka tidak mengetahui.”(QS. 7:131)
“Maka apabila manusia ditimpa bahaya ia menyeru Kami, kemudian apabila
Kami berikan kepadanya nikmat dari Kami ia berkata: "Sesungguhnya aku
diberi nikmat itu hanyalah karena kepintaranku". sebenarnya itu adalah
ujian, tetapi kebanyakan mereka itu tidak mengetahui.” (QS. 39:49.)
Allah juga mengingatkan
agar kita tidak boleh berlebih-lebihan.
“Hai anak Adam, pakailah pakaianmu yang indah di setiap (memasuki)
mesjid, makan dan minumlah, dan janganlah berlebih-lebihan. Sesungguhnya Allah
tidak menyukai orang-orang yang berlebih-lebihan.”(QS.7:31)
Pertanyaannya, apa
ukurannya berlebih-lebihan? Harus ada ukurannya. Ukurannya adalah kebutuhan.
Jika ada kelebihan atas kebutuhan maka harta itu milik fakir miskin, anak yatim
dll yang harus diberikan kepada mereka.
Kadar
Zakat
Seperti telah diterangkan
di atas, latabelakang zakat adalah kompensasi atas keburukan yang tidak bisa
kita tinggalkan dalam bekerja atau berdagang. Kita mencampur antara kebaikan
(bekerja, berdagang dll) dengan perbuatan buruk (polusi, limbah dll). Karena
itu kadar zakat yang dikeluarkan mestinya sebanding dengan dampak buruk yang
dihasilkan. Disinilah pentingnya peran Pemerintah dan Ulama dalam menghitung
kompensasi tersebut.
Dampak buruk pertanian,
peternakan dan perdangangan berbeda-beda. Itulah mengapa kompensasi atau kadar
zakatnya pun berbeda-beda. Kalau zaman Nabi dahulu dimana aktifitas utama
adalah berdagang dengan mamakai onta atau kuda, dampak buruknya adalah debu dan
kotoran kuda atau onta sehingga zakatnya hanya 2,5 persen.
Tapi sekarang di era
teknologi dan industri seperti ini, dampak buruk yang dihasilkan tentu lebih
besar dari sekedar debu dan kotoran kuda/onta. Kompensasinya lebih besar lagi.
Sehingga kadar zakat yang harus dibayar semestinya lebih dari 2,5 persen.
Setiap sektor mempunyai dampak buruk yang berbeda-beda. Sektor perdagangan
misalnya lebih rendah dari sektor industri. Bisa jadi sektor perdagangan atau
jasa kadar zakatnya sampai 10-15 persen karena menimbulkan polusi. Sedangkan
sektor industri bisa sampai 20 persen. Penentuan kadar zakat harus diputuskan
oleh Pemerintah dan Ulama. Disinilah peran negara, ulama dan amil untuk
mengukur dampak keburukan dan menentukan kadar zakatnya.
Nabi menentukan kadar
zakat berdasarkan keburukan yang dihasilkan setiap sektor usaha. Dan sesuai
perkembangan jaman dan tekonologi, dimana keburukan meningkat maka kadar zakatnya
pun harus disesuaikan.
Sebelum saya tahu hal ini,
saya memohon petunjuk kepada Allah agar ditunjukkan berapa zakat yang harus
dikeluarkan menurut Alquran. Tiga hari saya shalat sambil menangis bersujud
memohon petunjuk kepada Allah. Kemudian saya membeli nasi bungkus. Nasi ayam
saya berikan kepada fakir miskin, sedangkan saya makan nasi tempe. Setelah itu
di kamar saya melihat seekor nyamuk hinggap di atas tumpukan buku saya. Saya
lihat nyamuk itu mengeluarkan cairan dari perutnya. Seperti mengeluarkan
kotoran.
Saya terkesima dan
tertegun menatapnya. Teringat akan Surat Albaqarah ayat 26 bahwa Allah tidak
segan membuat perumpamaan berupa nyamuk atau yang lebih rendah dari itu. Saya
buka kembali QS.Attaubah, 9:102-103. Padahal sebelumnya ayat itu sudah saya
baca berungkali. Tapi kali ini saya baru mendapat pemahaman zakat itu adalah
kompensasi atas perbuatan buruk tidak bisa ditinggalkan akibat perbuatan baik
(usaha) yang kita kerjakan.
Kadar
zakat dan Infak yang wajib dikeluarkan :
Zakat : Kadarnya
disesuaikan dengan besarnya dampak buruk yg dihasilkan. (QS.9:102-103)
Besarannya diatur oleh Negara melalui fatwa ulama
Infak : Yang lebih dari
keperluan/kebutuhan (QS.2:215)
Baca Juga: 5 Perbedaan Zakat dan Infak dalam Alquran (Bagian 5)
Baca Juga: 5 Perbedaan Zakat dan Infak dalam Alquran (Bagian 5)